Selasa, Desember 23, 2008

pendidikan

MAKSIMALISASI PENDIDIKAN NON FORMAL

Oleh : fajar ilhami

Pepatah klasik yang berbunyi bahwa “buku adalah gudang ilmu” atau pepatah yang lain menyebutkan “ sebaik-baik teman duduk adalah buku”, merupakan jargon tentang besarnya fungsi buku dalam menata peradaban dan kemajuan umat manusia. Jargon-jargon tersebut yang sejak dahulu kala terkenal tersebut merupakan ekspresi akan pentingnya dunia buku sebagai power kehidupan, bahkan tidak pelak buku menjadi kekuatan sangat strategis dalam pengembangan nalar berfikir dan kreatifitas umat manusia sepanjang masa.

Sejarah kebangkitan nalar berfikir umat manusia, pada awalnya ditandai dengan menggeliatnya komitmen untuk menjadikan buku sebagai tolok ukur di dalamnya. Buku adalah kekuatan penentu maju dan tidaknya kehidupan masyarakat, yang seyogyanya harus terintegrasi dalam kesadaran masyarakat, terutama di tengah era kebangkita ilmu pentetahuan saat ini, dimana kesadaran berfikir dan kreatifitas membaca merupakan karakter dari masyarakat yang maju dan berperadaban.

Peradaban yang besar dibangun dengan kreatifitas dan produktifitas yang besar pula oleh generasi yang ada di dalamnya. Kreatifitas yang tinggi melahirkan khazanah yang sangat berarti untuk menopang bangunan peradaban tersebut. Itulah yang terjadi dalam sepanjang peradaban umat manusia sampai kini. Oleh karena itu, posisi pemanfaatan buku sebagai teman kehidupan manusia akan melahirkan satu capaian prestius tentang bangunan kesadaran, dimana dialektika berfikir dan pengembangan serta pemberdayaan masyarakat menjadi sesuatu yang inheren di dalamnya. Artinya, buku merupakan cerminan peradaban dan kemajuan umat manusia, yang tidak boleh ternafikan.

Dalam konteks inilah, perpustakaan sebagai lokasi tempat buku dikumpulkan, memiliki peranan yang sangat besar dalam menopang munculnya komitmen terhadap aktifitas baca membaca buku. Dengan kata lain, perpustakaan telah menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam peradaban-peradaban yang besar, karena satu-satunya ciri menonjol dalam perpustakaan adalah ia sebagai wadah tempat buku (pemikiran/khazanah intelektual) menyatu dalam satu kata perpustakaan dengan rapi dan sistematis. Tidak heran kalau pada gilirannya, ada asumsi yang menyebutkan bahwa lembaga yang besar adalah lembaga yang memiliki perpustakaan yang besar.

Perpustakaan telah menjadi sesuatu yang sangat berharga dalam memompa semangat peradaban menjadi peradaban yang benar-benar berarti. Perpustakaan bukan hanya dianggap sebagai tumpukan buku, tetapi telah menjadi bagian integral dari proses panjang pembangunan suatu lembaga dan peradaban. Itulah yang sejak zaman kebangkitan pemikiran umat manusia dikemnbangkan. Perpustakaan menjadi ukuran para pemikir dan penguasa kala itu, dalam mengembangkan peradaban yang maju.

Dalam sebuah tulisannya Ahmad Sahidah[1] memberikan gambaran yang sangat utuh tentang posisi dan peran buku dalam kehidupan peminatnya. Menurutnya : Ada banyak cerita tentang buku yang megubah hidup seseorang. Nietzsche menemukan pencerahan dari buku Schopenhauer yang didapatinya di pasar loak. Bahkan, dengan nada provokatif, Levi Strauss merasa mendapatkan wahyu (revelation) setelah membaca buku Roman Jacobson. Dua contoh ini adalah lebih dari cukup bagaimana teks telah mempengaruhi seseorang menjadi orang lain (after-ego) dan melakukan sesuatu dari apa yang dibacanya

Buku dan perpustakaan secara umum telah menjadi tali pengikat gagasan besar hasil dialektika sejarah anak manusia untuk dipersembahkan pada kehidupan. Sejarah telah menjadi saksi nyata atas kenyataan itu semua, betapa buku sebagai yang menyimpan gagasan besar kehidupan telah berhasil menjadi driving force perubahan manusia dalam setiap masa. Lasa Hs membenarkan kenyataan ini. Menurutnya, sejarah telah membuktikan bahwa buku merupakan salah satu sistem pendokumentasian gagasan besar sepanjang masa. Buku mampu merekam sosok individu, sejarah, informasi, dan iptek yang tadinya berbentuk gagasan.

Perpustakaan sebagai pusat dokumentasi buku-buku : dimana gagasan kreatif para penulis yang berhasil direkam melalui proses panjang kreatifitas dan pemikiran yang ulet merupakan bagian dari kekayaan zaman yang tersimpan di perpustakaan. Sebab, upaya mengumpulkan buku dan khazanah yang lain dalam satu lokasi bernama perpustakaan merupakan bahasa lain dari upaya menyelamatkan khazanah peradaban untuk diwariskan kepada generasi setelahnya. Dan perpustakaan telah menjadi saksi dokumentatif yang selalu merekam, menyimpan dan mengamankan setiap khazanah yang telah dihasilkan dalam sepanjang masa. Setiap gagasan besar yang ditulis menjadi buku, secara jelas memiliki tempat bernama perpustakaan.

Disinilah posisi perpustakaan memiliki siginifikansi yang sangat relevan. Perpustakaan benar-benar menjadi nahkoda kehidupan dalam menapaki kemajuan dan meraih kemajuan yang luar biasa. Perpustakaan pada gilirannya akan menjadi pusat informasi dan pengkayaan wawasan yang sangat potensial yang harus menjadi titik pangkal kesadaran bersama. Sejarah kemajuan yang telah berhasil diraih pada masa-masa lalu, tidak bisa lepas dari komitmen kreatif dan produktif serta perhatian terhadap perpustakaan.

Sebab, memiliki perhatian terhadap perpustakaan sama halnya dengan telah menegaskan akan kecintaan terhadap tradisi membaca, dan memiliki kesadaran yang tinggi terhadap membaca berarti juga memiliki cita-cita terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Karena menurut hemat penulis, antara membaca, perpustakaan dan ilmu pengetahuan merupakan trilogi keterpaduan yang saling kait mengkait serta tidak mungkin bisa diputuskan antara satu dengan yang lain.

Berharap mengembangkan ilmu pengetahuan sangat tidak mungkin, tanpa ada kesadaran membaca yang tinggi, dan berharap membaca menjadi tradisi yang umum juga sangat tidak memungkinkan, tanpa adanya sarana dan fasilitas membaca yang bisa menopang, seperti perpustakaan. Maka, pemanfaatan perpustakaan sebagai inatitusi membaca sangat strategis untuk dipahami dan dikembangkan sebagai learning society (masyarakat belajar).


Tidak ada komentar: